Selasa, 28 Oktober 2014

Tugas Kuliah Filsafat Ilmu Part. 2 Pertemuan Ke enam (Oleh Prof. Dr. Marsigit, M. A.)

Tugas part. 2 pada pertemuan ke enam
Pada hari Kamis, 23 Oktober 2014
Pukul 09.30 – 11.10 di ruang 201A Gedung Lama PPs UNY

Weni Gurita Aedi
Pend. Matematika B (S2)
14709251012

Tugas Kuliah Filsafat Ilmu Pertemuan Ke-enam (part.2)

Berikut terdapat beberapa pertanyaan dari saya (Weni Gurita Aedi) yang dijawab oleh saudara Veronica Wiwik Dwi Astuty (14709251063), yaitu :

1.        Bagaimana perbedaan berfikir biasa dan berfikir filsafat?

Berpikir biasa adalah suatu cara dalam menggunakan akal atau otak secara sederhana untuk memperoleh pengetahuan pada waktu menghadapi suatu permasalahan hidup ini. Hal itu dilakukan sebagai cara untuk mempertahankan hidup yang senantiasa berhadapan dengan masalah. Sedangkan berpikir filsafat adalah suatu penggunaan akal atau otak berdasarkan aturan-aturan tertentu secara efektif dan terperinci. Sehingga setiap masalah kehidupan dapat diselesaikan dengan langkah-langkah yang tersusun jelas untuk mencapai jawaban yang sesuai dengan kebenaran.

2.      Bagaimana hubungan manusia dengan sesama manusia?

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Hal itu memanglah suatu pernyataan yang sesuai dengan kebenaran dalam kehidupan ini. Sehingga kita sebagai manusia akan terus mempunyai hubungan dengan sesamanya dalam menjalani kehidupan ini. Sekecil apapun itu, tidaklah dapat seorang manusia mampu hidup tanpa melakukan hubungan dengan sesama manusia. Itulah makna hubungan kita sebagai seorang manusia dengan sesama manusia.

3.     Bagaimana peranan etika dan moral dalam upaya mengatasi kekacauan dalam berbagai kehidupan saat ini ?

Etika dan moral berperan penting di dalam kehidupan ini yaitu untuk mengendalikan tingkah laku manusia yang bernilai baik dan buruk. Menjalani hidup dengan adanya etika dan moral  maka kehidupan manusia secara tidak langsung sudah ada yang mengatur walaupun bukan dengan aturan tertulis. Etika dan Moral yang terus menerus diperhatikan dan ditegakkan akan membatasi ruang gerak manusia supaya tetap berlaku baik dengan ada atau tidaknya suatu aturan tertulis yang mengikat manusia itu.

4.      Apakah perbedaan khayalan dan cita-cita?

Khayalan dan cita-cita merupakan dua hal yang hampir sama tapi mempunyai makna yang berbeda di antara keduanya. Khayalan itu dapat berupa suatu cita-cita, tapi cita-cita belum tentu ada dalam khayalan. Cita-cita itu khayalan yang punya alas an dan latar belakang. Misal: dasarnya adalah orang tua. Jika orang tuanya seorang guru, maka ia mempunyai cita-cita menjadi seorang guru. Selain itu, cita-cita merupakan berkhayal yang terstruktur dan khayalan yang bias di pertanggung jawabkan. Sedangkan berkhayal itu suatu impian yang terputus-putus tanpa adanya suatu kekonsistenan di dalamnya. Tidak didasari dengan suatu kemampuan yang memungkinkan dan terjadinya suatu khayalan itu belum tentu terjadi pada kenyataan dalam hidup ini.

5.      Apakah Perbedaan Logika dan Penalaran?

Logika merupakan cara berpikir secara luas dengan menggunakan rasio untuk menyelesaikan suatu permasalahan dengan langkah dan metode yang terstruktur. Sedangkan penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan bisa berupa pengetahuan baru atau pengetahuan sebagai pelengkap pengetahuan sebelumnya.

Tugas Kuliah Filsafat Ilmu Part. 1 Pertemuan Ke enam ( Oleh Prof. Dr. Marsigit, M. A. )

Tugas part. 1 pada pertemuan ke enam
Pada hari Kamis, 23 Oktober 2014
Pukul 09.30 – 11.10 di ruang 201A Gedung Lama PPs UNY

Weni Gurita Aedi
Pend. Matematika B (S2)
14709251012

Tugas Kuliah Filsafat Ilmu Pertemuan Ke-enam (part.1)

Berikut terdapat beberapa pertanyaan dari Saudara Veronica Wiwik Dwi Astuty (14709251063) yang telah saya (Weni Gurita Aedi)  jawab, yaitu:
1.      Mengapa di dunia ini ada kaya dan miskin?
Pada dasarnya didunia ini tidak ada sama, seperti halnya siang malam, hitam putih, terang gelap, dan lain sebaginya. Begitu juga kaya dan miskin, ‘miskin’ hanya sebuah kata yang muncul karena adanya ‘kaya’. Jika tidak ada kaya maka tidak ada miskin. Keduanya dapat menimbulkan manfaat yaitu toleransi ataupun saling menghargai. Bisa dikatakan orang kaya membutuhkan orang miskin sebagai ladang bersedekah, sebaliknya orang miskin membutuhkan orang kaya sebagai motivasi untuk menjadikan hidupnya lebih baik. Maka sebenar-benarnya hidup ini yaitu menerjemahkan dan diterjemahkan. Sehingga semua hanya harga kepuasan semata, dan bila bersyukur dengan keadaan  miskin atau kaya semua akan terasa sama indah.

2.      Apakah setiap orang yang berfikir berarti dia berfilsafat?

Jika dilihat dari makna sederhana bahwa filsafat itu olah pikir, maka jawabannya ‘ya’. Berfikir berarti berfilsafat, karena makna hidup tidak lepas dari berfikir. Tetapi jika dilihat dari metode berfilsafat yaitu intensif dan ekstensif, Intensif berarti dalam sedalam-dalamnya dan ekstensif berarti luas seluas-luasnya, maka jawabannya ‘tidak. Karena dalam berfikir tidak semua manusia berfikir lebih dalam dan lebih luas. Tidak sedikit manusia yang hanya berfikir apa adanya saja.

3.      Apa perbedaan  berfikir dewasa dengan kedewasaan berpikir?

Menurut saya, berpikir dewasa ditandai dengan kesadaran untuk berpikir nalar serta berpikir positif dalam rangka membangun sikap positif.  Memahami dirinya sendiri dan variasi sifat-sifat orang lain, sehingga dapat besifat objektif dalam menilai atau memandang sesuatu dan dapat mengambil keputusan tanpa merugikan orang lain serta dapat mengambil hikmah dari setiap masalah yang dihadapi. Sedangkan Kedewasaan berpikir ini terfokus pada pembentukan pola pikir yang dewasa.

4.      Menurut anda apakah filsafat hanya dapat dikenyam di bangku kuliah saja? 
 
Menurut saya tidak, karena Pada dasarnya filsafat adalah kegiatan berpikir. Menimbang baik dan buruknya sesuatu, memahami persoalan dari berbagai perspektif, tidak hanya memandang dari satu sisi saja akan tetapi secara dalam sedalam-dalamnya dan luas seluas-luasnya. Mungkin alangkah lebih baik jika diajarkan pada Sekolah Menengah Atas juga. Karena bangku kuliah hanyalah segelintir waktu yang kita lewati.

5.      Apakah ada manfaat filsafat bagi kehidupan?

Banyak orang mempertanyakan essensi dari filsafat itu sendiri. Apakah hanya sekumpulan teori-teori dari pemikir-pemikir yang selalu memikirkan apa itu hidup? Apa itu ada dan ketiadaan? Apa itu dasar dari kehidupan dunia dan setelahnya. Filsafat menggali akar dari sebuah permasalahan. Dengan filsafat, kita diajarkan untuk arif dan bijaksana dalam menjalani hidup dengan mendalami makna dan essensi dari hidup yang kita jalani.

Rabu, 22 Oktober 2014

Refleksi Kuliah Filsafat Ilmu Pertemuan Kelima ( oleh Prof. Dr. Marsigit, M. A.)

Terinspirasi kuliah Filsafat Ilmu pertemuan kelima Oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Pada hari Kamis, 16 Oktober 2014
Pukul 09.30 – 11.10 di ruang 201A Gedung Lama PPs UNY

Direfleksikan oleh Weni Gurita Aedi
Pend. Matematika B (S2)
14709251012

Mengajukan Berbagai Pertanyaan Sebagai Salah Satu Metode Belajar Filsafat
Kuliah Filsafat Ilmu pada pertemuan ke lima ini, kembali Prof. Marsigit, M.A. memberikan kesempatan kepada para mahasiswa untuk mengajukan pertanyaan. Pertanyaan ditulis di kertas, minimal satu pertanyaan dan dikumpulkan. Pertanyaan bebas mengenai apa saja.

1.       Pertanyaan pertama dari saudara Aminullah yaitu “Apakah semua hal yang kita pikirkan atau kita alami harus mampu direfleksikan?”
Pertanyaan ini telah membuat syarat/keadaan tertentu yang dalam hal tertentu bisa melanggar atau tidak harmonis dengan ruang dan waktu. Satu sifat itu berdimensi meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Itu baru satu sifat yang diperdalam, padahal manusia mempunyai sifat yang misal diekstensikan pun meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Kita sendiri tidak mampu menyebut semua sifat yang kita punya. Apalah daya pikiran kita untuk mengungkapkan semuanya. Itulah kemudian yang diakui oleh Socrates bahwa ternyata pada akhirnya “aku tidak mengerti apapun”. Apabila semua yang kita pikirkan direfleksikan. Maka akan direfleksikan kepada siapa dan dimana? Jawabnya adalah refleksikan kepada yang ada dan yang mungkin ada, hubungan dunia yang satu dengan yang lain adalah hubungan antara yang ada dan yang mungkin ada. Semua yang dipikirkan tidak mungkin bisa direfleksikan, ada batasannya. Yaitu dibatasi oleh ruang dan waktu, ruang dan waktunya yaitu etik dan estetika.

2.       Pertanyaan kedua dari saudara Daud yaitu “Kenapa tingkat teratas itu adalah hati dan apakah ada tahapan-tahapan batasan hati kita?”
Urutan dari yang paling bawah ada material, formal, normatif, dan spiritual. Pendapat itupun sudah dilawan oleh Augustecomte, ia sudah menaruh spiritualitas di paling bawah. Pada kehidupan dunia sekarang ini ternyata bukan spiritualitas yang paling tinggi. Karena bukan spiritualitas, maka trend internasional, mood nya bukan dalam kerangka spriritualitas. Jadi itulah sebabnya maka mau tidak mau apabila kita ingin konsisten dengan budaya kita dengan kehidupan kita ya seperti itulah teorinya.

3.       Pertanyaan dari saudara Siti Nafsul Mutmainah yaitu “Apa bedanya egois, mandiri, dan pribadi?”
Pertanyaan ini masuk ke ranah ilmu bidang. Ilmu filsafat berbeda dengan ilmu psikologi. Kalau psikologi ada filsafatnya yaitu pengendalian dan ditambah action atau perlakuannya. Sebenarnya manusia hidup itu dibekali dua potensi yaitu potensi fatal dan potensi fital. Potensi fatal itu adalah dia mengikuti suratan takdirnya, dan suratan takdirnya itupun ternyata dipengaruhi oleh ikhtiarnya. Kalau sekarang ikhtiar kita juga potensi kita sebagai wanita, maka itulah takdir kita sebagai wanita. Takdir berikutnya setelah kita berikhtiar, ikhtiar kita di dalam dunia wanita, berarti dengan menggunakan prinsip-prinsip, hukum-hukum, dalil dan teorema, ketentuan teori-teori yang dibuat manusia dua puluh tahun lagi kita bisa membayangkan sebagai ibu rumah tangga yang mempunyai anak, dan kemudian menjadi nenek. Membaca takdir adalah urusan dunia. Disinilah pentingnya berfilsafat, kita berusaha, berikhtiar untuk mampu mengetahui yang ada dan yang mungkin ada. Namun, dalam batas semampu kita walaupun tidak ada seorangpun yang mampu mengetahui semua yang ada dan yang mungkin ada. Maka sebenar-benar manusia adalah manusia yang sempurna ciptaan Tuhan dalam ketidaksempurnaannya. Beruntunglah karena kita diberi keterbatasan, sehingga kita bisa mengetahui hidup ini, memaknai hidup ini, karena keterbatasan itu.

4.       Pertanyaan keempat dari Saudara Tesi Kumalasari yaitu “Filsafat ditulis dalam keadaan jernih, saat pikiran dan hati kacau apakah kita boleh berfilsafat?”
Ketika kita mulai kacau maka sebaiknya stop berpikirnya. Ambil air wudlu kemudian solat, berdoa, berdzikir, memohon ampun, memohon petunjuknya. Kalau sudah tenang lagi, baru dilanjutkan berpikirnya. Sekacau-kacau pikiran, silakan kacau karena kacaunya pikiran adalah awal dari ilmu, tapi jangan biarkan hatimu walaupun satu itu kacau. Karena kacaunya hati itu adalah godaan syaitan. Sehebat-hebat kekacauan pikirmu perlu disyukuri karena itu pertanda bahwa engkau sedang berpikir. Namun janganlah kacau itu turun ke dalam hatimu. Kalau pikiranmu hatimu sudah mulai kacau, stop dulu, refreshkan pikiran, baru mulai lanjutkan. Itulah pentingnya spiritualitas ditaruh pada tingkatan yang paling tinggi. Jangan dipaksakan dalam kondisi pikiran kacau kita tetap berpikir. Tinjau kembali “Elegi Hanya Doakulah yang Tersisa”, disana dikatakan oleh orang tua berambut putih, ada dua cara mengatasi kekacauan pikiran. Yang pertama, intensifkan dan ekstensifkan kerja pikiran anda secara maksimal. Yang kedua, sudah jangan gunakan lagi pikiran anda.

5.       Pertanyaan ke lima dari Saudara Nunung Megawati yatu “Bagaimana cara menggapai pikiran dan hati yang bersih?”
Segala sesuatu harus sesuai dengan kodratnya sesuai dengan takdirnya. Kemudian berikutnya mengetahui prinsip-prinsipnya atau teorinya, beberapa prinsip yang telah dibuat adalah sehebat-hebat pikiranmu janganlah engkau merasa hebat terhadap hatimu. Ilmu dalam pikiranmu itu adalah urusan dunia. Kalau sudah masuk ke dalam urusan akhirat, maka ilmu itu ada di dalam hatimu. Wahyu tidak diturunkan ke dalam pikiran para nabi, tetapi ke dalam hatinya para nabi. Sedangkan untuk pikiran, pekerjaanmu itu adalah tesis, antithesis, dan sintesis. Tesis itu adalah setiap yang ada dan yang mungkin ada. Dirimu adalah tesis, kalau dirimu tesis, diriku adalah antitesis. Antara dirimu dan diriku ada apa, itulah sintesis. Belajar berfilsafat adalah belajar menjelaskan. Ditemukan bahwa filsafat itu adalah penjelasan itu sendiri. Maka ketika kita belajar membuat komen pada elegi-elegi maka itulah sebenar-benar antitesis yang kita buat, serta sintesis-sintesis. Di dalam pikiran berikhtiar melakukan sintesis sesuai dengan ruang dan waktunya, ruang dan waktunya dibatasi oleh etik dan estetika dalam kerangka hatinya. Damai di dalam hati dibingkai dengan doa. Apalah daya manusia bisa mencapai damai dan bisa mencapai kejernihan tanpa pertolongan dari Tuhan.

6.       Pertanyaan ke enam dari saudara Muhammad Munir yaitu “Apakah Teologi bilangan itu?”
Teologi bilangan itu esa. Esa itu beda dengan satu. Esa itu adalah Tuhan ku. Itu teologi daripada bilangan. Sosial matematika adalah hubungan antar orang, hubungan antar orang itu. Maka apa yang aku pikirkan, apa yang engkau pikirkan di dalam pikiranmu itu subyektif. Pikiran seseorang belum tentu sama dengan pikiran orang lain. Jika pikiran seseorang sama dengan pikiran orang lain, maka itu namanya pikiran yang obyektif. Misal 2 + 3 = 5 Itu benar apabila kita berpikir matematika elementer. Berarti untuk 2 + 3 = 5, pikiran kita sudah mencapai taraf berpikir obyektif. Subyektifmu sama dengan obyektifmu, karena sama dengan pikiran orang yang lain. Agar mengerti apakah pikiran subyektif benar atau tidak, kita perlu bicara, perlu menulis, perlu mendapat ujian, perlu melakukan kegiatan publikasi. Agar menjadi pengetahuan obyektif itulah pentingnya dipublikasikan.

7.       Pertanyaan ke tujuh dari saudara Taufik Akbar yaitu  “Bagaimana bertanya yang baik tentang filsafat?”
Bertanya itu bukan masalah baik dan tidak baik. Masalah baik dan tidak, kalau dipandang dari segi filsafat itu adalah etik dan estetika. Etik dan estetika terikat oleh ruang dan waktu. Bertanya itu harus sesuai dengan ruang dan waktunya. Kalau tidak sesuai dengan ruang dan waktunya itu disebut pertanyaan yang buruk. Baik dan buruknya filsafat ini bergantung pada sesuai dengan waktunya atau tidak.

8.       Pertanyaan ke tujuh dari saudara Weli Meinarni yaitu “Yang tidak ada di dunia itu ada atau tidak?”
Berdasarkan penjelasan minggu sebelumnya tentang perkembangan sejarah filsafat, dari jaman Yunani sampai jaman sekarang, itulah dunia. Dunia yang merentang pada waktunya. Immanuel Kant mengatakan kalau engkau ingin mengetahui dunia maka tengoklah ke dalam pikiranmu. Jadi, dunia itu isomorfis dengan pikiranmu. Pikiran kita dengan pikiran yang lain juga isomorfis. Yang tidak ada di dalam pikiran kita masing-masing itu ada banyak sekali, tak hingga banyaknya meliputi yang ada dan yang mungkin ada.